PROGRAM DAN PROSEDUR PELAYANAN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIAWI Diajukan untuk melengkapi tugas mata kuliah Metode Penelitian Sosial Dosen : Irma Purnamasari, S.Sos., M. Si. Disusun Oleh : Fhuji Haristine G. 1410449 Ihat Solihat G. 1410525 Istiqomah G. 1410524 PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS DJUANDA BOGOR 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
ArticlePDF Available AbstractThe waiting room is a place where activity actors with various physical and mental conditions gather in one room. The psychological pressure with the burden of thoughts on patients, who are generally close relatives, causes their physical condition to decline. Therefore, the health of this waiting room absolutely must be maintained in order to support the health of the patient in order to stay healthy and hygienic while waiting for the patient. Klungkung General Hospital is the largest hospital in the eastern Bali region. Its services cover the Klungkung, Karangasem and Bangli areas. This study was aimed at assessing the comfort of movement and visuals of patient waiters in the ICU in terms of architecture and lighting in supporting user health and comparing with pictures and related literature. The purpose of this study was to evaluate the motion and visual comfort of the building with related standards to support user health. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. VASTUWIDYA Vol. 3, Agustus 2020 – Januari 2021 P-ISSN 2620-3448 E-ISSN 2723-5548 KENYAMANAN GERAK DAN VISUAL PENGUNJUNG DI RUANG TUNGGU ICU RUMAH SAKIT KLUNGKUNG I Made Juniastra Program Study Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Mahendradatta Jl. Ken Arok No. 12 Peguyangan, Denpasar, Bali 80115 Email juniastra Abstrak – Ruang tunggu adalah tempat dimana para pelaku aktivitas dengan berbagai kondisi fisik dan mental yang beragam berkumpul dalam satu ruangan. Tekanan psikis dengan beban pikiran terhadap pasien yang umumnya adalah orang /kerabat dekat menyebabkan kondisi fisik ikut menurun. Oleh karena itu kesehatan ruang tunggu ini mutlak harus terjaga agar bisa menunjang kesehatan penunggu pasien agar tetap sehat dan higienis selama menunggu pasien. Rumah Sakit Umum Klungkung adalah rumah sakit terbesar di wilayah Bali timur. Pelayanannya mencakup wilayah Klungkung, Karangasem dan juga Bangli. Penelitian ini diarahkan untuk mengkaji kenyamanan gerak dan visual penunggu pasien di ruang ICU dari segi arsitektur dan pencahayaannya dalam mendukung kesehatan pengguna dan mengkomparasi dengan gambar serta literatur terkait. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi kenyamanan gerak dan visual bangunan dengan standar-standar terkait untuk menunjang kesehatan pengguna. Kata kunci Kenyamanan Gerak Dan Visual; Ruang Tunggu ICU; Rumah Sakit Klungkung Abtract - The waiting room is a place where activity actors with various physical and mental conditions gather in one room. The psychological pressure with the burden of thoughts on patients, who are generally close relatives, causes their physical condition to decline. Therefore, the health of this waiting room absolutely must be maintained in order to support the health of the patient in order to stay healthy and hygienic while waiting for the patient. Klungkung General Hospital is the largest hospital in the eastern Bali region. Its services cover the Klungkung, Karangasem and Bangli areas. This study was aimed at assessing the comfort of movement and visuals of patient waiters in the ICU in terms of architecture and lighting in supporting user health and comparing with pictures and related literature. The purpose of this study was to evaluate the motion and visual comfort of the building with related standards to support user health. Keywords Motion and Visual Comfort; ICU Waiting Room; Klungkung Hospital PENDAHULUAN Ruang ICU dapat diartikan sebagai ruangan di rumah sakit yang digunakan untuk perawatan intensif bagi pasien dengan kondisi yang sudah gawat. ICU sendiri adalah singkatan dari Intensive Care Unit. Ruangan ini dilengkapi dengan peralatan-peralatan khusus yang tidak terdapat di kamar perawatan biasa. Alat-alat tersebutlah yang digunakan untuk menunjang fungsi organ yang rusak pada pasien, agar bisa bertahan yang berlaku di ruang ICU pun berbeda dari kamar rumah sakit biasa. Misalnya saja, keluarga atau orang lain tidak bisa dengan mudah masuk menjenguk pasien yang sedang dirawat di dalamnya. Di ruang ICU, pasien-pasien dengan kondisi di atas akan dirawat oleh tim yang terdiri dari dokter, perawat, dan dokter spesialis yang memang terlatih khusus untuk menghadapi situasi orang perawat biasanya bertugas untuk merawat maksimal dua pasien. Kondisi ini berbeda dari layanan rawat inap biasa di rumah sakit, yang memungkinkan seorang perawat merawat lebih dari dua pasien. Selain itu, pasien juga akan dipasangi berbagai peralatan penunjang agar organ vital VASTUWIDYA Vol. 3, Agustus 2020 – Januari 2021 P-ISSN 2620-3448 E-ISSN 2723-5548 di tubuh masih tetap bisa bekerja. METODE PENELITIAN Metode pertama adalah dengan observasi langsung dengan datang dan melihat sebagai melihat, mengamati, mendengarkan, dan memperhatikan secara langsung, kemudian hasil pengamatan direkam dalam bentuk catatan atau dengan alat bantu lainnya. Metode kedua adalah study gambar objek penelitian. Study gambar perencanaan sangat diperlukan agar bisa dipahami luasan ruang pelayanan dan juga area tunggu. Karena gambar rencana ini adalah dimensi real dari objek penelitian. TINJAUAN PUSTAKA Ruang Tunggu Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI, pengertian ruang tunggu adalah ruang atau tempat yang diperuntukan untuk menunggu atau ruang yang disediakan khusus bagi pengunjung untuk menunggu. Ruangan ini utamanya terdiri dari jajaran kursi yang ditata rapi disesuaikan dengan kapasitas pengunjung. Selain itu, ruang tunggu juga dilengkapi dengan beberapa fasilitas pendukung dengan penataan yang sedemikian rupa guna memberikan kenyamanan bagi pengguna ruang tersebut. Ruang tunggu di rumah sakit salah satunya ada di ICU untuk menunggu pasien dalam perawatan khusus yang menyangkut kegawat daruratan. Perawatan di ruang ICU bisa berlangsung selama beberapa hari atau bahkan hingga tahunan. Semua itu tergantung dari kondisi pasien. Saat mulai pulih, pasien bisa dipindahkan ke ruang rawat inap biasa selama beberapa waktu sebelum akhirnya diperbolehkan untuk pulang. Elemen Perencanaan Ruang Tunggu Rumah Sakit Bagi pihak rumah sakit, hal yang harus dipenuhi tidak hanya memastikan rumah sakit memiliki ruang tunggu saja. Menurut aturan Kementerian Kesehatan RI, ada beberapa persyaratan ruang tunggu rumah sakit yang harus dipenuhi, seperti ο‚· Ruang tunggu harus tersedia dengan kapasitas memadai; ο‚· Luas ruang tunggu sesuai dengan kapasitas pelayanan perhitungan 1-1,5 m2 per orang; ο‚· Pertukaran udara alami atau mekanik dalam ruangan harus baik; ο‚· Total pertukaran udara sedikitnya 6 kali per jam; ο‚· Ruang tunggu harus terkena pencahayaan alami; Penataan jalur sirkulasi bagi pengunjung/pasien yang jelas untuk menuju ke front desk, lift, dan fasilitas rawat jalan lainya. Apabila memungkinkan dibuat jalur pasien infeksi dan pasien non-infeksi yang terpisah untuk mengurangi resiko penularan penyakit; ο‚· Adanya fungsi tambahan yang mendukung kegiatan pengunjung di ruang tunggu, yaitu toilet, tempat penitipan barang, operator telepon, telepon umum, serta meja perawat yang dapat dihubungkan dengan ruangan lain. ο‚· Harus menyediakan alat atau fasilitas disinfektan tangan. Selain beberapa syarat di atas, ruang tunggu rumah sakit untuk pasien tidak menular dengan pasien menular harus dipisah. Utamanya, bagi pasien anak-anak dan juga kebidanan harus memiliki ruang tunggu khusus yang tunggu rumah sakit juga harus tersedia di setiap bagian yang berbeda-beda. Tak hanya untuk poli pemeriksaan saja, tapi juga ruangan lain seperti radiodiagnostik, rehabilitasi medik, atau ruang penerimaan di bagian depan rumah dan luas ruang tunggu rumah sakit harus memadai sesuai dengan kebutuhan pelayanan. Jangan sampai ruang tunggu tidak bisa menampung jumlah pasien sehingga pasien harus menunggu di area yang tidak seharusnya. Aturan menjenguk pasien di ruang ICU Karena pasien yang dirawat di ICU kondisinya rentan, maka tidak sembarang orang bisa menjenguk. Biasanya, kunjungan dibatasi hanya untuk keluarga kandung. Selain itu, ada VASTUWIDYA Vol. 3, Agustus 2020 – Januari 2021 P-ISSN 2620-3448 E-ISSN 2723-5548 beberapa aturan yang umumnya diberlakukan di ruang ICU, seperti Harus mencuci tangan sebelum dan sesudah masuk ruang ICU untuk mencegah penyebaran infeksi; Dilarang menyalakan telepon genggam karena bisa mengganggu kerja alat penunjang medis; Dilarang membawa barang saat menjenguk, seperti bunga atau boneka. Beberapa barang masih bisa dibawa, tapi sebelumnya harus konfirmasi dengan petugas jaga ICU. Pada beberapa kondisi, orang yang menjenguk masih boleh menyentuh pasien sambil mengajaknya bicara. Untuk pasien-pasien tertentu, mendengar suara orang terdekatnya bisa membantu di masa pemulihan. Syarat-syarat Ruang Tunggu Rumah Sakit Menurut Neufert 2000, syarat-syarat ruang tunggu rumah sakit antara lain sebagai berikut ο‚· Meja sebagai tempat informasi, administrasi, dan kasir dengan ukuran panjang 180 cm dan tinggi maksimal 120 cm untuk orang normal, sedangkan tinggi maksimal untuk penyandang disabilitas adalah 86 cm. Gambar 1. Standar ukuran meja counter Sumber Neufert P., 2019 ο‚· Area antri yang harus disediakan dengan kapasitas yang cukup di depan front desk sebagai tempat antri berdiri bagi pengunjung. Namun saat ini sudah banyak rumah sakit yang meminimalisir jumlah antrian berdiri karena mengingat sebagian besar pengunjung adalah pasien dengan kondisi fisik yang lemah. Sebagai penggantinya rumah sakit menyediakan nomor antrian. Meskipun begitu ruang antri harus tetap disediakan, hanya saja dengan dimensi yang tidak terlalu luas. Gambar 2. Standar ukuran untuk antrian Sumber Neufert P., 2019 ο‚· Tempat penyimpanan barang. Agar terlihat rapi dan tidak berantakan, rumah sakit perlu menyediakan area locker untuk menyimpan data-data atau rekam medik pasien. Sebaiknya locker penyimpanan diletakkan berdekatan dengan petugas pendaftaran. ο‚· Telepon umum merupakan alat komunikasi yang sangat penting dan harus disediakan rumah sakit yang diletakkan berdekatan dengan admin atau operator yang dekat dengan front desk. ο‚· Papan informasi atau papan petunjuk arah yang diletakkan di tempat strategis untuk memudahkan pengunjung mencari area Instalasi Rawat Jalan yang dituju. Sebaiknya papan petunjuk arah diletakkan dekat dengan pintu masuk. ο‚· Perabot. Image ruang tunggu sebuah Instalasi Rawat Jalan pada rumah sakit dapat dibentuk melalui pemilihan dan tata letak perabot berdasarkan fungsi ruangnya. Standar Ukuran Peralatan Medis di Ruang Tunggu Rumah Sakit ο‚· Kereta dorong pasien stretcher, berperan penting sebagai alat bantu gerak bagi pasien yang berfungsi membantu mempermudah ruang gerak pasien untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain dengan bantuan orang lain untuk mendorong. Gambar 4. Standar ukuran kereta dorong Sumber Neufert P., 2019 VASTUWIDYA Vol. 3, Agustus 2020 – Januari 2021 P-ISSN 2620-3448 E-ISSN 2723-5548 ο‚· Lorong adalah jalan kecil atau jalan sempit yang menghubungkan antar gedung atau ruang satu dengan ruang lainnya. Lorong atau disebut juga dengan koridor hanya dikhususkan untuk pejalan kaki. Gambar 5. Standar ukuran lorong rumah sakit. Sumber Neufert, 2019 ο‚· Pintu merupakan akses utama untuk keluar dan masuk pengguna ruang. Untuk bangunan dengan fungsi khusus ICU, sebaiknya memiliki dua pintu dengan bukaan lebar sebagai akses untuk sirkulasi masuk dan keluar pengunjung secara terpisah untuk memperlancar sirkulasi pengunjung. Gambar 6. Macam-macam pintu. Sumber Neufert P., 2019 ο‚· Jendela yang berkaitan dengan penghawaan merupakan salah satu faktor yang menjadi tolak ukur kenyamanan ruang. Semakin baik sirkulasi udara, semakin baik pula kualitas ruang. Pada ruang tunggu rumah sakit, pasien, pengunjung, dan karyawan berada pada satu ruang dalam waktu yang cukup lama. Semakin banyak antrian, semakin meningkat pula jumlah penggguna ruang. Akibatnya, ruang menjadi terasa penuh dan sumpek jika tidak memiliki sirkulasi udara yng baik. Pada kondisi ini, ventilasi udara menjadi sangat penting yang secara langsung berkorelasi dengan keberadaan elemen jendela pada ruang. Gambar 7. Jenis-jenis jendela Sumber Neufert P., 2019 ο‚· Warna merupakan kekuatan yang dapat mempengaruhi manusia dengan menyebabkan timbulnya suatu perasaan sehat ataupun lesu. Pengaruh warna terhadap manusia terjadi secara tidak langsung, tetapi melalui pengaruh psikologis pengguna ruang itu sendiri. Warna hangat memiliki pengaruh aktif dalam merangsang kejiwaan seseorang, sedangkan warna dingin lebih bersifat pasif dan menenangkan bagi pengguna ruang. Namun perlu diperhatikan besar kecilnya pengaruh warna terhadap pengguna ruang juga didukung oleh pencahayaan pada ruang tersebut. Gambar 8. Elemen warna pada ruang Sumber Neufert P., 2019 TINJAUAN OBJEK PENELITIAN Rumah sakit umum klungkung adalah rumah sakit terbesar di wilayah Bali timur. Pelayanannya mencakup wilayah Klungkung, VASTUWIDYA Vol. 3, Agustus 2020 – Januari 2021 P-ISSN 2620-3448 E-ISSN 2723-5548 Karangasem dan juga Bangli. Pasien yang dilayani yaitu outpatient pasien rawat jalan /poliklinik dan inpatient pasien rawat inap. Kegiatan medis untuk menunjang agar rumah sakit bisa beroperasi secara optimal bisa dibagi menjadi dua, yaitu 1 Kegiatan utama yang merupakan kegiatan operasional rumah sakit baik medis dan paramedis; dan 2 Kegiatan penunjang yang merupakan kegiatan administrasi /direksi rumah sakit dan rumah tangga. Gambar 8. Gedung IGD dan ICU RS Klungkung Sumber Dokumentasi Pribadi., 2020 Gambar 8. Denah Lantai 1 Pelayanan IGD Gambar 8. Denah Lantai 2 Pelayanan ICU Sumber Dokumen Perencanaan, 2015 Sumber Dokumen Perencanaan, 2015 HASIL DAN PEMBAHASAN Kenyamanan Gerak Fokus pada area pelayanan ICU RS Klungkung, terdapat beberapa permasalahan terkait kapasitas dan kenyamanan pengguna ruang. Berdasarkan hasil observasi pada Tabel 1, dapat ditemukan beberapa aspek yang tidak memenuhi standar. Ruang tunggu diantaranya ukuran ruang, penempatan tempat duduk, dan pencahayaan alami yang masih kurang memadai. VASTUWIDYA Vol. 3, Agustus 2020 – Januari 2021 P-ISSN 2620-3448 E-ISSN 2723-5548 Tabel 1 Hasil Observasi Kenyamanan Gerak Jarak antara kursi depan dengan belakang minimal 60cm. Jarak antar Kursi depan dengan Belakang hanya 40 cm tidak sesuai dengan standar. perhitungan 1-1,5 m2 per orang Satu pasien dihitung rata-rata 2 orang penunggu. Sehingga luasan ruang kurang memadai. Standar lebar pintu 120 cm Lebar pintu 150cm dengan dua buah pintu masuk. sudah sesuai standar Lebar minimal sirkulasi 225 cm Lebar jalur sirkulasi 200 cm. Cukup Untuk bersimpangan, namun terlalu sempit. Dan dipotong penempatan kursi yang sering dipindahkan posisinya. Kenyamanan Visual Ukuran kenyamanan suatu ruang tidak hanya ditentukan oleh kenyamanan gerak saja, tetapi juga ditentukan oleh kenyamanan visual. Tabel berikut memperlihatkan hasil observasi kenyamanan visual di ruang tunggu ICU RS Klungkung. VASTUWIDYA Vol. 3, Agustus 2020 – Januari 2021 P-ISSN 2620-3448 E-ISSN 2723-5548 Tabel 2 Hasil Observasi Kenyamanan Visual Pencahayaan alami melalui jendela di samping yang sudah cukup luas. Tetapi di samping ruang tunggu ICU adalah gedung lain, sehingga cahaya matahari terhalang. Ornamen menarik diberikan pada dinding tertentu agar tidak monoton dan menjadi point of interest. Pada dinding baik yang berhubungan dengan sisi luar ataupun dalam hampir sebagian besar diisi dengan jendela pencahayaan, Warna terang memberikan kesan luas terhadap ruang. Warna putih terang digunakan untuk seluruh dinding dan plafon. KESIMPULAN DAN SARAN Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam menunjang kenyamanan pada ruang tunggu ICU adalah ukuran ruang, penataan kursi tunggu; jumlah bukaan; dan pemilihan warna cat tembok, plafon, dan lantai. Semakin baik pemenuhan faktor-faktor tersebut akan menyebabkan semakin baik kenyamanan gerak dan visual di ruang tersebut. Jumlah pasien mutlak harus menjadi pertimbangan dalam merancang ukuran dan luasan ruang karena terkait satu sama lainnya. Kekurangan space ruang tunggu bisa disiasati dengan perencanaan gedung di sebelahnya agar bisa terpadu untuk perluasan ruang tunggu ICU. Kenyamanan gerak dan visual belum sepenuhnya bisa terpenuhi di ruang tunggu pasien ICU Rumah Sakit klungkung. Beberapa fasilitas sudah tersedia sesuai dengan standar Neufert, akan tetapi masih kurang jumlahnya, hal ini dikarenakan ukuran ruang yang kurang luas dan kapasitas pengguna yang tidak sesuai sehingga tidak bisa dilakukan penempatan fasilitas yang sesuai standar. Pada saat inilah tingkat kejenuhan sangat tinggi. Ada beberapa point di dalam ruang tunggu ini yang dapat meminimalisir kejenuhan, yaitu adanya pencahayaan alami dan sirkulasi udara alami pada sisi ruang. Sementara itu pada sisi yang lain hanya menggunakan pencahayaan buatan. Pencahayaan alami yang menjadikan ruang lebih terang dipersepsikan oleh pengunjung sebagai pembentuk kenyamanan dan dapat mengurangi kejenuhan. Oleh sebab itu perlu adanya perbaikan di ruang tunggu ICU Rumah Sakit Umum Klungkung yang meliputi kapasitas, fasilitas, sirkulasi, dan interior. DAFTAR PUSTAKA Juniastra I Made. 2019. Jurnal Ilmiah Perancangan Gedung Laboratorium VASTUWIDYA Vol. 3, Agustus 2020 – Januari 2021 P-ISSN 2620-3448 E-ISSN 2723-5548 Sebagai Bagian Terintegrasi Rumah Sakit. Nifida Alsya Khairunnisa dkk. 2020. Jurnal Ilmiah Kenyamanan Visual Dan Gerak Pengunjung Di Ruang Tunggu Rumah Sakit Studi Kasus Gedung Rawat Jalan Rs. Orthopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta. Nazir, M. 2003. Metode Penelitian. Jakarta Ghalia Indonesia. Neufert, Ernst. 2000. Data Arsitek. Jakarta Erlangga. Neufert, Peter. 2019. Data Arsitek. Jakarta Erlangga. Peraturan Menteri Kesehatan Permenkes Republik Indonesia No. 56 Tahun 2014 Tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit. Peraturan Menteri Kesehatan Permenkes Republik Indonesia No. 24 Tahun 2016 Tentang Persyaratan Teknis Bangunan dan Prasarana Rumah Sakit. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum PermenPU Tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Gedung dan Lingkungan. Mukhamad Risa Diki PratamaMuhammad Sega Sufia PurnamaDian NugrahaDi masa pandemi Covid-19 ini, berkumpulnya manusia di dalam sebuah ruangan meningkatkan resiko tertular lebih tinggi. Pandemi membuat pemerintah mengeluarkan protokol kesehatan yang mempunyai efek terhadap penataan tempat duduk. Di sisi lain, suasana sebuah ruang tunggu juga perlu dibangun agar pengunjung tetap merasa nyaman secara termal maupun visual. Berdasarkan permasalahan yang ada, kami menggunakan metode pragmatis dalam perancangan ruang tunggu rumah sakit tipe D. Pemanfaatan pencahayaan alami dilakukan dengan membuka kedua sisi bidang dinding, Peneduh akan mengontrol masuknya sinar matahari. Peletakan kursi diletakan memanjang agar pasien merasa nyaman dengan aliran udara yang lewat di sepanjang ruang tunggu. Kesimpulannya kenyamanan sebuah ruang tidak hanya didapatkan dari segi visual, tetapi bisa datang dari penghawaan dan pencahayaan. Faktor penentu kenyamanan tersebut adalah ukuran ventilasi, tata letak furnitur, bentuk dari ruangan, dan adanya Penelitian. Jakarta Ghalia IndonesiaM NazirNazir, M. 2003. Metode Penelitian. Jakarta Ghalia Arsitek. Jakarta ErlanggaPeter NeufertNeufert, Peter. 2019. Data Arsitek. Jakarta Republik Indonesia No. 24 TahunPeraturan Menteri KesehatanPeraturan Menteri Kesehatan Permenkes Republik Indonesia No. 24 Tahun 2016 Tentang Persyaratan Teknis Bangunan dan Prasarana Rumah Sakit. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum PermenPU 14.Putri VJ, Firdaus, Adriansyah AA. Hubungan Waktu Tunggu Pelayanan Dengan Kepuasan Pasien Bpjs Di Poli Rawat Jalan Rumah Sakit Islam Ahmad Yani Surabaya. Glob Heal Sci [Internet]. 2018;3(4):387–93. 15.Dewi S, Machmud R, Lestari Y. Analisis Waktu Tunggu Rawat Jalan di Rumah Sakit Umum Daerah Dr Achmad Darwis Suliki Tahun 2019.
Ruang tunggu merupakan tempat di mana para pengunjung dengan kondisi mental dan fisik masing-masing berkumpul menjadi satu. Pada rumah sakit, kenyamanan menjadi aspek yang seharusnya paling diutamakan dalam perancangan ruang tunggu. Akan tetapi saat ini masih banyak ruang tunggu di rumah sakit yang tidak memperhatikan kenyamanan pasien maupun pengunjung. Di antaranya adalah Rumah Sakit Orthopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta yang merupakan rumah sakit rujukan nasional dengan fokus permasalahan orthopedi atau tulang. Penelitian ini mengkaji aspek kenyamanan dalam arsitektur dan pengaruhnya terhadap pengguna. Objek studi kasus dalam penelitian kali ini adalah gedung rawat jalan RS. Orthopedi Prof. DR. R. Soeharso Surakarta, Jawa Tengah. Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan observasi dan wawancara kepada pengunjung rumah sakit di ruang tunggu gedung rawat jalan. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui tingkat kenyamanan bangunan berdasarkan persepsi pengunjung dan untuk mengetahui pengaruh faktor kenyamanan bangunan terhadap kondisi pengunjung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlu dilakukan peningkatan kapasitas, fasilitas, sirkulasi, dan interior pada ruang tunggu gedung rawat jalan RS. Orthopedi Prof. DR. R. Soeharso agar tingkat kenyamanan gerak dan visual pengunjung maupun pasien dapat optimal. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free SINEKTIKA Jurnal Arsitektur, Vol. 17 No. 2 Juli 2020 113 KENYAMANAN VISUAL DAN GERAK PENGUNJUNG DI RUANG TUNGGU RUMAH SAKIT STUDI KASUS GEDUNG RAWAT JALAN RS. ORTHOPEDI PROF. DR. R. SOEHARSO SURAKARTA Nifida Alsya Khairunnisa Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta e-mail nifidaalsya Yayi Arsandrie Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta e-mail ABSTRAK Ruang tunggu merupakan tempat di mana para pengunjung dengan kondisi mental dan fisik masing-masing berkumpul menjadi satu. Pada rumah sakit, kenyamanan menjadi aspek yang seharusnya paling diutamakan dalam perancangan ruang tunggu. Akan tetapi saat ini masih banyak ruang tunggu di rumah sakit yang tidak memperhatikan kenyamanan pasien maupun pengunjung. Di antaranya adalah Rumah Sakit Orthopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta yang merupakan rumah sakit rujukan nasional dengan fokus permasalahan orthopedi atau tulang. Penelitian ini mengkaji aspek kenyamanan dalam arsitektur dan pengaruhnya terhadap pengguna. Objek studi kasus dalam penelitian kali ini adalah gedung rawat jalan RS. Orthopedi Prof. DR. R. Soeharso Surakarta, Jawa Tengah. Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan observasi dan wawancara kepada pengunjung rumah sakit di ruang tunggu gedung rawat jalan. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui tingkat kenyamanan bangunan berdasarkan persepsi pengunjung dan untuk mengetahui pengaruh faktor kenyamanan bangunan terhadap kondisi pengunjung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlu dilakukan peningkatan kapasitas, fasilitas, sirkulasi, dan interior pada ruang tunggu gedung rawat jalan RS. Orthopedi Prof. DR. R. Soeharso agar tingkat kenyamanan gerak dan visual pengunjung maupun pasien dapat optimal. KATA KUNCI kenyamanan; pengunjung; ruang tunggu; rumah sakit PENDAHULUAN Rumah Sakit merupakan tempat dengan fungsi memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, meliputi pelayanan penyembuhan penyakit dan peningkatan kesehatan masyarakat. Rumah sakit dituntut untuk dapat memberikan pelayanan yang baik dan bermutu sesuai dengan standar yang telah ditetapkan dalam peraturan menteri kesehatan atau Permenkes. Dalam dunia kesehatan, tingkat kualitas pelayanan kesehatan diukur berdasarkan kepuasan pasien dan pengunjung, tidak terkecuali pada rumah sakit. Pada dasarnya, bangunan rumah sakit memiliki hubungan langsung dengan kualitas layanan medik dikarenakan bangunan yang baik akan memberikan tingkat kenyamanan yang tinggi bagi pengunjung. Rumah Sakit Orthopedi Prof. DR. R. Soeharso berlokasi di Jl. Ahmad Yani, Mendungan, Pabelan, Kartasura, Surakarta, Jawa Tengah. Sesuai dengan namanya, rumah sakit ini merupakan unit pelayanan kesehatan dengan fokus pada pelayanan kesehatan tulang. Seperti halnya rumah sakit pada umumnya, Rumah Sakit Orthopedi Prof. DR. R. Soeharso berusaha memberikan pelayanan kesehatan semaksimal mungkin. Oleh karena itu perencanaan yang matang adalah aspek yang perlu diperhatikan dalam pengembangan rumah sakit. Namun demikian hingga saat ini masih banyak pengembangan bangunan yang tidak didasarkan atas studi kelayakan serta perencanaan yang matang, sehingga menyebabkan terjadinya kasus-kasus kegagalan ruang atau bangunan. Dalam perencanaan fasilitas publik, kebutuhan minoritas seringkali disamaratakan dengan kebutuhan yang lain. Padahal pemenuhan kebutuhan seseorang dipengaruhi oleh mental dan keterbatasan masing-masing, terutama untuk pasien difabel yang membutuhkan fasilitas khusus yang akan mengalami kesulitan jika harus menyesuaikan dengan kondisi pasien lainnya. TINJAUAN PUSTAKA Rumah Sakit Berdasarkan Undang-undang No. 44 tahun 2009, rumah sakit merupakan sebuah institusi yang bergerak di bidang pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karakteristik tertentu. Rumah p-ISSN 1411-8912 e-ISSN 2714-6251 Kenyamanan Visual dan Gerak Pengunjung Di Ruang Tunggu Rumah Sakit - Studi Kasus Ruang Rawat Jalan RS. Orthopedi ………… 114 SINEKTIKA Jurnal Arsitektur, Vol. 17 No. 2 Juli 2020 sakit senantiasa harus menyelenggarakan upaya kesehatan pada setiap kegiatannya guna memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakat, untuk tujuan mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Ruang Tunggu Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI, pengertian ruang tunggu adalah ruang atau tempat yang diperuntukan untuk menunggu atau ruang yang disediakan khusus bagi pengunjung untuk menunggu. Ruangan ini utamanya terdiri dari jajaran kursi yang ditata rapi disesuaikan dengan kapasitas pengunjung. Selain itu, ruang tunggu juga dilengkapi dengan beberapa fasilitas pendukung dengan penataan yang sedemikian rupa guna memberikan kenyamanan bagi pengguna ruang tersebut. Ruang tunggu di rumah sakit salah satunya ada di Instalasi Rawat Jalan. Instalasi Rawat Jalan itu sendiri merupakan tempat yang ditujukan untuk menyediakan jasa layanan konsultasi, pemeriksaan, serta pengobatan bagi pasien yang dilakukan oleh dokter ahli dengan bidangnya masing-masing. Elemen Perencanaan Ruang Tunggu Beberapa elemen perencanaan ruang tunggu Instalasi Rawat Jalan antara lain 1. Akses masuk berupa dua pintu yang lebar sebagai akses keluar-masuknya pengunjung yang terpisah 2. Meja depan front desk diletakkan di tempat yang strategis dan ditata dengan baik untuk mempermudah pengunjung Instalasi Rawat Jalan menemukannya 3. Ruang/area duduk pengunjung diletakkan tidak terlalu jauh dari pintu masuk dan front desk 4. Penataan jalur sirkulasi bagi pengunjung/pasien yang jelas untuk menuju ke front desk, lift, dan fasilitas rawat jalan lainya. Apabila memungkinkan dibuat jalur pasien infeksi dan pasien non-infeksi yang terpisah untuk mengurangi resiko penularan penyakit 5. Pada area sirkulasi pengunjung berpotensi untuk disediakan area penjualan yang dapat disewakan kepada pihak ketiga. Penataan layout area penjualan perlu diperhatikan agar strategis dan tidak mengganggu sirkulasi pengunjung rumah sakit 6. Adanya fungsi tambahan yang mendukung kegiatan pengunjung di ruang tunggu, yaitu toilet, tempat penitipan barang, operator telepon, telepon umum, serta meja perawat yang dapat dihubungkan dengan ruangan lain. Syarat-syarat Ruang Tunggu Rumah Sakit Menurut Neufert 2000, syarat-syarat ruang tunggu rumah sakit antara lain sebagai berikut 1. Meja sebagai tempat informasi, administrasi, dan kasir dengan ukuran panjang 180 cm dan tinggi maksimal 120 cm untuk orang normal, sedangkan tinggi maksimal untuk penyandang disabilitas adalah 86 cm. Gambar 1. Standar ukuran meja counter Sumber Neufert P., 2019 2. Area antri yang harus disediakan dengan kapasitas yang cukup di depan front desk sebagai tempat antri berdiri bagi pengunjung. Namun saat ini sudah banyak rumah sakit yang meminimalisir jumlah antrian berdiri karena mengingat sebagian besar pengunjung adalah pasien dengan kondisi fisik yang lemah. Sebagai penggantinya rumah sakit menyediakan nomor antrian. Meskipun begitu ruang antri harus tetap disediakan, hanya saja dengan dimensi yang tidak terlalu luas. Gambar 2. Standar ukuran untuk antrian Sumber Neufert P., 2019 3. Tempat penyimpanan barang. Agar terlihat rapi dan tidak berantakan, rumah sakit perlu menyediakan area locker untuk menyimpan data-data atau rekam medik pasien. Sebaiknya locker penyimpanan diletakkan berdekatan dengan petugas pendaftaran. 4. Telepon umum merupakan alat komunikasi yang sangat penting dan harus disediakan rumah sakit yang diletakkan berdekatan dengan admin atau operator yang dekat dengan front desk. 5. Papan informasi atau papan petunjuk arah yang diletakkan di tempat strategis untuk memudahkan pengunjung mencari area Instalasi Rawat Jalan yang dituju. Sebaiknya papan petunjuk arah diletakkan dekat dengan pintu masuk. 6. Perabot. Image ruang tunggu sebuah Instalasi Rawat Jalan pada rumah sakit dapat dibentuk Nifida Alsya Khairunnisa, Yayi Arsandrie SINEKTIKA Jurnal Arsitektur, Vol. 17 No. 2 Juli 2020 115 melalui pemilihan dan tata letak perabot berdasarkan fungsi ruangnya. Standar Ukuran Peralatan Medis di Ruang Tunggu Rumah Sakit 1. Kursi roda pasien merupakan salah satu alat bantu gerak yang dibutuhkan oleh pasien dengan kebutuhan khusus, misalnya mengalami kesulitan berjalan menggunakan kaki, baik dikarenakan penyakit, cedera, maupun difabel. Gambar 3. Standar ukuran kursi roda Sumbe Neufert P., 2019 2. Kereta dorong pasien stretcher, sebagaimana kursi roda juga berperan penting sebagai alat bantu gerak bagi pasien. Dalam dunia kesehatan, kereta dorong berfungsi membantu mempermudah ruang gerak pasien untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain dengan bantuan orang lain untuk mendorong. Gambar 4. Standar ukuran kereta dorong pasien Sumber Neufert P., 2019 3. Lorong adalah jalan kecil atau jalan sempit yang menghubungkan antar gedung atau ruang satu dengan ruang lainnya. Lorong atau disebut juga dengan koridor hanya dikhususkan untuk pejalan kaki. Gambar 5. Standar ukuran lorong pada rumah sakit. Sumber Neufert, 2019 4. Pintu merupakan akses utama untuk keluar dan masuk pengguna ruang. Untuk bangunan dengan skala besar, seperti gedung perkantoran, pusat perbelanjaan, atau rumah sakit, sebaiknya memiliki dua pintu dengan bukaan lebar sebagai akses untuk sirkulasi masuk dan keluar pengunjung secara terpisah untuk memperlancar sirkulasi pengunjung. Gambar 6. Macam-macam pintu. Sumber Neufert P., 2019 5. Jendela yang berkaitan dengan penghawaan merupakan salah satu faktor yang menjadi tolak ukur kenyamanan ruang. Semakin baik sirkulasi udara, semakin baik pula kualitas ruang. Pada ruang tunggu rumah sakit, pasien, pengunjung, dan karyawan berada pada satu ruang dalam waktu yang cukup lama. Semakin banyak antrian, semakin meningkat pula jumlah penggguna ruang. Akibatnya, ruang menjadi terasa penuh dan sumpek jika tidak memiliki sirkulasi udara yng baik. Pada kondisi ini, ventilasi udara menjadi sangat penting yang secara langsung berkorelasi dengan keberadaan elemen jendela pada ruang. Gambar 7. Jenis-jenis jendela Sumber Neufert P., 2019 6. Warna, menurut Neufert 2000 merupakan kekuatan yang dapat mempengaruhi manusia dengan menyebabkan timbulnya suatu perasaan sehat ataupun lesu. Pemilihan warna cat sangat Kenyamanan Visual dan Gerak Pengunjung Di Ruang Tunggu Rumah Sakit - Studi Kasus Ruang Rawat Jalan RS. Orthopedi ………… 116 SINEKTIKA Jurnal Arsitektur, Vol. 17 No. 2 Juli 2020 penting, terutama pada ruang kantor, perusahaan, sekolah, klinik kesehatan, tak terkecuali rumah sakit. Menurutnya, pengaruh warna terhadap manusia terjadi secara tidak langsung, tetapi melalui pengaruh psikologis pengguna ruang itu sendiri. Warna hangat memiliki pengaruh aktif dalam merangsang kejiwaan seseorang, sedangkan warna dingin lebih bersifat pasif dan menenangkan bagi pengguna ruang. Namun perlu diperhatikan besar kecilnya pengaruh warna terhadap pengguna ruang juga didukung oleh pencahayaan pada ruang tersebut. Gambar 8. Elemen warna pada ruang Sumber Neufert P., 2019 TINJAUAN LOKASI PENELITIAN Rumah Sakit Orthopedi Prof. DR. R. Soeharso Surakarta atau biasa disebut RSO, merupakan rumah sakit yang khusus menangani permasalahan ortopedi atau khusus tulang yang berlokasi di pinggir Kota Surakarta. Total luas lahan rumah sakit ini adalah m2 dengan luas bangunan m2. Penelitian ini berfokus pada ruang tunggu Gedung Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Ortopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta lihat Gambar 9 dan 10. Gambar 9. Gedung Rawat Jalan RS. Orthopedi Surakarta Sumber Dokumen penulis, 2019 Gambar 10. Denah lantai 1 Gedung Rawat Jalan RSO Sumber Dokumen penulis, 2019 METODE PENELITIAN Metode Observasi Metode observasi dapat diartikan sebagai melihat, mengamati, mendengarkan, dan memperhatikan suatu peristiwa ataupun tindakan yang dilakukan oleh orang-orang yang diamati, kemudian hasil pengamatan direkam dalam bentuk catatan atau dengan alat bantu lainnya. Metode Wawancara Metode kedua yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode wawancara. Wawancara merupakan salah satu cara yang perlu untuk dilakukan dalam sebuah penelitian dikarenakan dengan adanya tanya jawab secara langsung dengan narasumber, peneliti akan mendapat beberapa informasi penting. Menurut Nazir 2003 wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka langsung antara pewawancara dengan responden. HASIL DAN PEMBAHASAN Kenyamanan Gerak Berfokus pada ruang tunggu Gedung Rawat Jalan, terdapat beberapa permasalahan terkait kapasitas dan kenyamanan pengguna ruang. Berdasarkan hasil observasi pada Tabel 1, dapat ditemukan beberapa aspek yang tidak memenuhi standar. Ruang tunggu RS. Ortopedi memiliki kursi tunggu dengan kualitas baik dan sesuai dengan standar ukuran pada Neufert, akan tetapi penataan kursi tunggu tersebut masih belum tepat. Penataan kursi tunggu memiliki jarak antara kursi depan dan belakang cukup sempit, sehingga pengunjung kesulitan jika duduk di kursi baris tengah ataupun belakang, terutama pasien dengan keterbatasan fisik yang harus menggunakan alat bantu gerak berupa kruk. Sedangkan pasien dengan alat bantu gerak berupa kursi roda atau kereta dorong cukup kesulitan mencari tempat untuk menunggu dikarenakan keterbatasan ruang. Dampak dari kondisi ini adalah sirkulasi ruang tunggu menjadi terganggu karena berkurangnya lebar jalur. Nifida Alsya Khairunnisa, Yayi Arsandrie SINEKTIKA Jurnal Arsitektur, Vol. 17 No. 2 Juli 2020 117 0%20%40%60%80%100%IyaTidakTable 1. Hasil observasi kenyamanan gerak Jarak antara kursi depan dengan belakang minimal 60cm. Jarak antar kursi depan dengan belakang hanya 35 cm tidak sesuai dengan standar. Standar lebar pintu minimal 120 cm. Terdapat dua pintu masuk dan keluar dengan lebar 150 cm sesuai standar. Standar ukuran tinggi meja administrasi disabilitas 86 cm. Ukuran tinggi meja administrasi 76 cm sesuai standar. Minimal lebar jalur sirkulasi 225 cm. Lebar jalur sirkulasi 200 cm. Cukup untuk bersimpa ngan, namun terlalu sempit. Dari puluhan pengunjung di ruang tunggu Instalasi Rawat Jalan RS. Orthopedi, peneliti melibatkan 20 orang untuk diwawancarai sebagai responden. Tabel 2 menunjukkan hasil wawancara terkait dengan kenyaman gerak pengunjung di ruang tunggu. Table 2. Hasil wawancara kenyaman gerak Apakah Anda merasa nyaman berada di ruang tunggu RS. Orthopedi Surakarta? Apakah Anda cukup leluasa bergerak di ruangan ini? Apakah Anda merasa terganggu jika ada pasien lain yang menghalangi jalur sirkulasi? Menurut Anda, apakah penataan kursi tunggu di ruang ini sudah baik? Menurut Anda, apakah fasilitas di ruang tunggu ini sudah lengkap? Berdasarkan hasil wawancara seperti pada Tabel 2, didapati kesimpulan bahwa sebanyak 55% pengunjung merasa kurang nyaman berada di ruang tunggu Rawat Jalan RS. Orthopedi dalam jangka waktu yang cukup lama. Keterbatasan ruang gerak menjadikan pengunjung merasa dikekang dalam sebuah ruang dengan berbagai macam kondisi fisik dan mental masing-masing. Gambar 11. Grafik prosentase hasil wawancara pengunjung terkait kenyamanan gerak. Sumber Analisa penulis, 2019 Kenyamanan Visual Tingkat kenyamanan suatu ruang tidak hanya diukur dari tersedia atau tidaknya ruang gerak bagi pengguna. Akan tetapi, aspek visual ruangan juga perlu diperhatikan, terlebih di ruang tunggu, dikarenakan menunggu merupakan salah satu kegiatan yang memiliki tingkat stres tinggi. Di sinilah visual ruang berperan penting bagi pengguna di ruang tunggu rumah sakit. Tabel 3 memperlihatkan hasil pengamatan kondisi ruang tunggu di Instalasi Ruang Rawat Jalan RS. Orthopedi. Tabel 4 merupakan hasil wawancara kepada 20 orang responden terkait kenyamanan visual di ruang tunggu Instalasi Ruang Rawat Jalan RS. Orthopedi. Nyaman Bergerak sirkulasi penataan failitas Lelusa terhalang baik lengkap Kenyamanan Visual dan Gerak Pengunjung Di Ruang Tunggu Rumah Sakit - Studi Kasus Ruang Rawat Jalan RS. Orthopedi ………… 118 SINEKTIKA Jurnal Arsitektur, Vol. 17 No. 2 Juli 2020 Table 3. Hasil observasi kenyamanan visual Ruang tunggu sisi Utara Ruang tunggu sisi Selatan Ruang tunggu sisi Barat Ruang tunggu sisi Utara hanya memiliki pencahayaan dari lampu LED pada papan informasi tidak sesuai standar. Ruang tunggu sisi Selatan dan Barat cukup terang karena mendapatkan pencahayaan alami Sesuai standar. Ornamen yang menarik diberikan pada dinding tertentu agar tidak terlihat monoton dan menjadi point of interest. Dinding mayoritas polos dan tidak banyak ornamen. Pada sisi Barat, dinding dilapisi wallpaper 3D art sehingga menarik. Warna terang memberikan efek luas pada ruang. Ruang tunggu didominasi warna putih. Beberapa sisi dinding diberi warna cerah, biru muda dan hijau muda. Table 4. Hasil wawancara kenyaman visual Apakah Anda merasa jenuh/bosan berada di ruangan ini? Menurut Anda, apakah pencahayaan di ruangan ini sudah cukup terang? Apakah Anda merasa terbantu dengan adanya televisi sebagai pengalih kejenuhan? Apakah Anda merasa nyaman dengan adanya jendela kaca dengan pemandangan di luar? Apakah Anda merasa sumpek/pengap berada di ruangan ini? Narasumber terdiri dari tujuh orang laki-laki dan 13 orang perempuan dengan status lima orang adalah pasien, sedangkan lima belas orang adalah pengantar. Narasumber duduk di tiga sisi ruang tunggu Gedung Rawat Jalan, yakni 10 orang di sisi Selatan, 6 orang di sisi Utara, dan 4 orang di sisi Barat. Berdasarkan Tabel 4 hasil wawancara, didapati bahwa sebagian besar pengunjung di sisi Selatan merasa cukup nyaman berada di ruang tunggu RS. Ortopedi, sedangkan hampir semua pengunjung di sisi Utara merasa sangat tidak nyaman berada di sana dengan aktivitas menunggu dalam jangka waktu yang cukup lama. Gambar 12. Grafik prosentase hasil wawancara pengunjung terkait kenyamanan visual. Sumber Analisa penulis, 2019 Berdasarkan hasil analisa wawancara kepada 20 orang pengunjung didapati bahwa 100% orang merasa jenuh berada di dalam ruang tunggu. Hampir semua pengunjung menjawab karena banyaknya antrian, sehingga pengunjung harus menunggu dalam waktu yang sangat lama dengan kondisi fisik yang tidak sehat. Meskipun ruang tunggu sudah dilengkapi dengan televisi, namun fasilitas tersebut tidak mengurangi rasa bosan pengunjung dikarenakan tayangan yang ditampilkan monoton dan hanya diulang-ulang saja. KESIMPULAN Beberapa faktor yang perlu diperhatikan untuk menunjang terciptanya rasa nyaman pada ruang tunggu adalah tata penataan furnitur terutama kursi tunggu, pemilihan warna, dan tata pencahayaan. Semakin baik pemenuhan faktor-faktor tersebut, maka semakin baik pula tingkat kenyamanan yang dirasakan pengguna ruang. Selain itu perhitungan kapasitas pengguna ruang juga penting guna menghindari terjadinya kekurangan fasilitas dan meningkatnya kepadatan ruang. Komponen pembentuk kenyamanan visual dan gerak tubuh belum sepenuhnya terakomodasi di dalam ruang tunggu Gedung Rawat Jalan RS. Orthopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta. Beberapa 0%20%40%60%80%100%Iya Tidak Nifida Alsya Khairunnisa, Yayi Arsandrie SINEKTIKA Jurnal Arsitektur, Vol. 17 No. 2 Juli 2020 119 fasilitas yang tersedia sudah sesuai dengan standar Neufert, seperti ketersedian kursi tunggu, pintu, dan meja administrasi. Akan tetapi masih terdapat beberapa hal yang tidak sesuai, seperti penataan lay out kursi tunggu dan sirkulasi. Pertimbangan luas ruang dan kapasitas pengguna menjadi penyebab utama ketidaknyamanan ruang tunggu. Ketidaknyamanan menjadi penyebab kejenuhan. Pengunjung dengan berbagai macam kondisi fisik dan mental masing-masing berbaur menjadi satu di dalam ruang yang sama dengan kegiatan yang sama, yaitu menunggu. Pada saat inilah tingkat kejenuhan sangat tinggi. Terdapat bagian di dalam ruang tunggu ini yang dapat meminimalisir kejenuhan, yaitu adanya pencahayaan alami dan sirkulasi udara alami pada sisi Selatan ruang. Sementara itu pada sisi yang lain hanya menggunakan pencahayaan buatan. Pencahayaan alami yang menjadikan ruang lebih terang dipersepsikan oleh pengunjung sebagai pembentuk kenyamanan dan dapat mengurangi kejenuhan. Oleh sebab itu perlu adanya perbaikan di ruang tunggu Gedung Rawat Jalan RS. Orthopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta yang meliputi kapasitas, fasilitas, sirkulasi, dan interior. DAFTAR PUSTAKA Nazir, M. 2003. Metode Penelitian. Jakarta Ghalia Indonesia Neufert, Ernst. 2000. Data Arsitek. Jakarta Erlangga. Neufert, Peter 2019. Data Arsitek. Jakarta Erlangga. Peraturan Menteri Kesehatan Permenkes Republik Indonesia No. 56 Tahun 2014 Tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit. Peraturan Menteri Kesehatan Permenkes Republik Indonesia No. 24 Tahun 2016 Tentang Persyaratan Teknis Bangunan dan Prasarana Rumah Sakit. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum PermenPU Tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Gedung dan Lingkungan. ... Menurut penelitian yang dilakukan oleh[10] pertimbangan luas ruang dan kapasitas pengguna menjadi penyebab utama ketidaknyamanan dan kejenuhan ruang tunggu. Terdapat ...Faizqinthar Bima NugrahaAlifia Firda PurnomoApriliya Tiyas Ningrum Jaka SarwadhamanaBangunan fisik rumah sakit yang sesuai dengan standar yang ada dapat mendukung peningkatan kinerja sumber daya manusia rumah sakit. Hal ini karena kondisi fisik lingkungan kerja berpengaruh terhadap kesehatan penggunanya serta berpengaruh pula terhadap waktu penyelesaian pekerjaan. Pada dasarnya, fisik Rumah Sakit juga berhubungan langsung dengan kualitas layanan medik. Bangunan yang baik akan memberikan kenyamanan pada para pemakainya dan akan mempengaruhi tingkat pemanfaatannya yang juga akan memberikan sumbangan pada proses penyembuhan pasien dan kinerja karyawan. Salah satu bangunan yang perlu dikelola dengan baik adalah bangunan ruang rawat jalan. Rawat jalan merupakan unit yang menjadi rujukan faskes tingkat pertama sehingga struktur bangunannya perlu menjadi perhatian khusus dimana persyaratan teknis bangunan rumah sakit harus memenuhi standar pelayanan, keamanan, serta keselamatan dan kesehatan kerja. Standar Bangunan Rawat Jalan menurut Permenkes Nomor 24 Tahun 2016 di Rumah Sakit harus memiliki luas ruangan yang sesuai, adanya ventilasi yang baik, intensitas cahaya sesuai ketentuan, ruang tunggu terpisah untuk masing-masing poli klinik, tersedianya wastafel dan desinfektan, tersedinya stop kontak, serta bahan bangunan yang tidak memiliki tangka porositas yang tinggi. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui implementasi standar bangunan instalasi rawat jalan di RSUD Panembahan Senopati. Penelitian ini bersifat deskripsi dengan metode kuantitatif. Informan penelitian berjumlah satu orang yang merupakan pegawai IPSRS. Instrument yang digunakan berupa kuesioner dengan pengambilan data melalui wawancara tertutup dan observasi. Hasil penelitian menunjukkan keseluruhan standar bangunan diperoleh nilai rata – rata 91%, membuktikan bahwa standar bangunan di RSUD Panembahan Senopati belum memenuhi standar Permenkes Nomor 24 Tahun 2016 tentang tentang persyaratan teknis bangunan dan prasarana rumah sakit. Terdapat 6 ruangan yang sudah sesuai standar dan 5 ruangan yang memerlukan perhatian dari pihak Rumah Sakit yaitu ruang tunggu, klinik gigi, klinik jiwa, ruang laktasi dan toilet karena belum memenuhi standar. Diharapkan pihak manajemen rumah sakit perlu me-review kembali kondisi lapangan dengan standar yang ada untuk persiapan dalam melakukan pemeliharaan gedung rawat jalan Arsitek. Jakarta Erlangga. Peraturan Menteri Kesehatan Permenkes Republik Indonesia No. 56 TahunPeter NeufertNeufert, Peter 2019. Data Arsitek. Jakarta Erlangga. Peraturan Menteri Kesehatan Permenkes Republik Indonesia No. 56 Tahun 2014 Tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Persyaratan Teknis Bangunan dan Prasarana Rumah SakitPeraturan Menteri KesehatanPeraturan Menteri Kesehatan Permenkes Republik Indonesia No. 24 Tahun 2016 Tentang Persyaratan Teknis Bangunan dan Prasarana Rumah PermenPU Tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Gedung dan LingkunganPeraturan Menteri PekerjaanPeraturan Menteri Pekerjaan Umum PermenPU Tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Gedung dan Lingkungan.
PERAN ORNAMENTASI PADA RUANG TUNGGU RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SIDOARJO Gendut Winarto1, Andi Syaiful Amal2 1, 2 Program Profesi Insinyur, Universitas Muhammadiyah Malang, Jl. Raya Tlogomas 246 Malang Kontak Person: Gendut Winarto Jl. Raya Tlogomas 246 Malang E-mail: wien.ars90@gmail.com Abstrak
AbstrakWaktu tunggu rawat jalan di RSUD dr. Acmad Darwis Suliki masih menjadi permasalahan, hasil survey awal didapatkan bahwa waktu tunggu rawat jalan masih melebihi SPM rawat jalan yang ada yaitu 25 km. Disamping itu rumah sakit juga tidak memberikan sanksi disiplin bagi petugas yang terlambat datang. Menurut studi penelitian Laeliyah dan Subekti 2015, faktor yang mempengaruhi waktu tunggu pelayanan pasien rawat jalan di RSUD Kabupaten Indramayu diantaranya adalah kurangnya kedisiplinan dalam memulai dan mengakhiri pelayanan kepada pasien di rawat jalan, kurangnya rasa kerjasama yang terjalin antar para petugas dalam melaksanakan pelayanan di rawat jalan petugas rekam medis, petugas poliklinik, perawat dan dokter sekaligus kesadaran para petugas akan pentingnya waktu tunggu pelayanan pasien di rawat jalan. Untuk mengatasi masalah tersebut dapat dilakukan dengan meningkatkan kedisiplinan para petugas dan menjalin kerjasama antar para petugas petugas rekam medis dan petugas poliklinik seperti perawat dan dokter dalam melaksanakan pelayanan di rawat jalan kepada Dalam upaya mendisiplinkan petugas di RSUD dr. Achmad Darwis telah menerapkan sistem absensi finger dan pelaksanaan apel pagi, namun hal tersebut belum mencapai hasil yang maksimal. SPO SPO di RSUD dr. Achmad Darwis sudah ada tetapi hanya SPO rekam medik, tetapi pelaksanaanya belum optimal, misalnya tentang SPO pengembalian rekam medik rawat inap yaitu 2 x 24 jam setelah pasien pulang atau dirujuk kecuali untuk kebutuhan autopsi, kenyataannya masih ada rekam medik yang belum kembali sesuai waktu yang telah ditetapkan sesuai SPO, akibatnya sewaktu pasien kontrol ke poliklinik, rekam medis tidak ditemukan di rak penyimpanan. Pengembalian dari rawat jalan juga belum sesuai SPO. Petugas poliklinik tidak mengembalikan Dokumen Rekam Medik DRM dua jam setelah pelayanan. Tidak jarang petugas kurir yang datang menjemput ke poliklinik setiap harinya. Hal ini tentu akan berpengaruh terhadap waktu penyelenggaraan rekam medis pasien rawat jalan. Standar Prosedur Operasional SPO dan pedoman merupakan unsur terpenting dalam pelaksanaan suatu kegiatan. Di RSUD dr. Achmad Darwis Suliki SPO untuk dirawat jalan belum ada sehingga bila ada petugas penanggung jawab salah satu poliklinik berhalangan untuk masuk dinas maka Jurnal Kesehatan Andalas. 2019; 84 petugas pengganti merasa kesulitan untuk menggantikan karena belum adanya SPO untuk pelayanan pasien poliklinik. Menurut Handoko 2012, SPO berguna untuk menghemat usaha managerial, memudahkan pendelegasian wewenang dan menempatkan tanggung jawab, memudahkan pengawasan, memungkinkan penghematan personalia dan membantu kegiatan Berdasarkan Undang-Undang RI no. 44 tahun 2009 menyatakan bahwa rumah sakit wajib memiliki SPO dalam menyelenggarakan dan melaksanakan berbagai kegiatan dan fungsi pelayanan yang dibuat oleh sarana pelayanan Karena tidak adanya SPO, maka tidak dapat dikatakan pelayanan kesehatan sudah sesuai prosedur atau Menurut Sabarguna 2008, suatu pelayanan yang dijalankan perlu adanya standar pelayanan yang dibuatkan dalam rangka mencapai Penelitian ini juga didukung oleh penelitian Laeliyah dan Subekti 2015 di RSUD Kabupaten Indramayu, yang menyatakan bahwa selain faktor jumlah pasien rawat jalan dan penyediaan berkas rekam medis pasien rawat jalan, hal penting yang mempengaruhi waktu tunggu pelayanan pasien rawat jalan adalah dari pihak RSUD Kabupaten Indramayu sendiri tidak adanya manajemen membuat regulasi dalam bentuk prosedur tetap / SOP, terutama dalam hal penetapan standar waktu tunggu pasien untuk mendapatkan pelayanan rawat Penelitian ini sejalan dengan penelitian Nursanti et al 2018, yang menyatakan bahwa hal yang mempengaruhi waktu tunggu antara lain yaitu belum adanya SPO standar prosedur operasional.15 Kebijakan Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa di RSUD dr. Achmad Darwis kebijakan tentang SPM rumah sakit telah diatur dalam bentuk Peraturan Bupati nomor 117 tahun 2016 tentang SPM BLUD dr. Achmad Darwis Kebijakan tersebut telah mengacu pada Keputusanan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 129/Menkes/SK/II/2008. Salah satunya mengatur tentang standar waktu tunggu rawat jalan yaitu ≀ 60 Pihak manajemen telah melakukan sosialisasi kebijakan tersebut, namun belum ada monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaannya. Untuk terlaksananya SPM sesuai standar sebaiknya ada rapat koordinasi antara petugas poliklinik dan pihak manajemen untuk membahas kendala yang dihadapi dalam mencapai standar yang telah ditetapkan. Kebijakan dalam waktu tunggu rawat jalan diatur dalam Keputusanan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal SPM Rumah Meminimalisasi waktu tunggu rawat jalan bertujuan untuk meningkatkan kepuasan pasien sehingga mutu pelayanan meningkat dan pasien loyal terhadap rumah sakit. Kebijakan adalah keputusan tetap yang dicirikan oleh konsistensi dan pengulangan repetitiveness tingkah laku dari mereka yang membuat dan dari mereka yang mematuhi keputusan Menurut Handoko 2012 salah satu bentuk kebijakan yang dapat dibuat dalam bentuk yang lebih terperinci adalah prosedur standar atau Standard Operating Procedure SOP. Kebijakan dapat dibuat secara formal dan informal oleh para manajer puncak suatu Sarana Prasarana Sarana Di RSUD dr. Achmad Darwis khususnya di poliklinik rawat jalan masih banyak yang perlu dilengkapi untuk memperlancar proses pelayanan sehingga waktu tunggu semakin minimal. Untuk sarana di poli anak seperti timbangan bayi, kemudian untuk poli kebidanan set ganti verban hanya ada satu set , tensi meter hanya satu buah dan tidak adanya pengeras suara. Kursi tunggu juga belum mencukupi. Kurangnya tempat duduk yang ada di ruang tunggu poliklinik menyebabkan waktu tunggu menjadi lama karena pasien harus menunggu di luar area poliklinik, sedangkan di poliklinik tidak tersedia alat pengeras suara sehingga terkadang pasien tidak tahu jika namanya sudah dipanggil untuk diperiksa dokter. Permasalahan terbatasnya sarana yang ada sehingga pasien harus menunggu di luar juga ditemukan oleh Patel dan Patel 2017.17 Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Keles et al 2017 di RSUD dr. Samratulangi Tondano, yang mengatakan bahwa faktor yang paling dominan Jurnal Kesehatan Andalas. 2019; 84 yang mempengaruhi waktu tunggu yaitu faktor sarana Prasarana sudah hampir mencukupi. Dokter atau pasien yang datang tidak perlu susah mencari tempat parkir, karena di RSUD dr. Achmad Darwis Suliki sudah tersedia tempat parkir yang cukup luas dan dekat dengan poliklinik. Rumah sakit juga sudah memiliki sumber air sendiri berupa sumur bor dan air PAM. Jika terjadi pemadaman listrik, rumah sakit juga sudah mempunyai genset, sehingga pelayanan tetap berjalan walaupun listrik mati. Agar proses pelayanan rawat jalan terlaksana dengan lancar maka diharapkan agar rumah sakit melengkapi sarana sesuai dengan standar yang telah ditetapkan dan membuat perencanaan dengan menghitung jumlah kebutuhan untuk masa yang akan datang secara tepat, karena untuk pengadaan barang di rumah sakit umum daerah harus sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat. Komponen Proses - Pendaftaran Berdasarkan hasil penelitian di RSUD dr. Achmad Darwis Suliki didapatkan bahwa, pendaftaran pasien akan bermasalah jika pasien ramai dan terjadi penumpukan pasien, akibatnya pasien akan lama menunggu. Pasien yang mendaftar dengan menggunakan kartu BPJS akan menunggu waktu pendaftaran lebih panjang dibanding pasien umum. Hal ini terjadi karena pasien BPJS harus menyerahkan berkas kelengkapan pendaftaran seperti surat rujukan dan kartu BPJS. Pihak BPJS mengharuskan pasien melakukan verifikasi sidik jari. Verifikasi sidik jari ini bertujuan untuk menghindari penyalahgunaan kartu BPJS. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nursanti et al 2018, yang mengatakan bahwa waktu tunggu lebih lama pada pasien BPJS dibanding pasien umum. Hal tersebut disebabkan karena petugas harus melakukan verifikasi berkas pasien Di RSUD dr. Achmad Darwis Suliki masih menggunakan sistem pendaftaran manual, untuk masa yang akan datang sudah ada rencana untuk melakukan pendaftaran online. Sistem pendaftaran manual membuat pasien harus datang dan antri untuk mendaftar. Menurut Susanti et al 2015, sistem antrian dan pendaftaran akan menjadi lebih baik jika menggunakan sistem appointment Ditempat pendaftaran sering ditemui permasalahan seperti antrian yang panjang atau pasien yang menumpuk. Apabila waktu tunggu di pendaftaran lama maka akan mempengaruhi lama waktu pelayanan medis pasien keseluruhan dan selanjutnya akan mempengaruhi kepuasan pasien. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Musinguzi 2013, pasien menghabiskan sebagian besar waktu dalam menunggu untuk mendapatkan pelayanan. Bagian pendaftaran merupakan salah satu yang paling menyita waktu dengan besarnya jumlah pasien yang mengantri sehingga memperlambat Persyaratan pendaftaran yang tidak lengkap juga menjadi masalah yang ditemui di loket Waktu tungggu dalam antrian pada jam sibuk pelayanan di loket pendaftaran tertinggi mencapai 58,2 Penelitian oleh Bustami et al 2015 juga menemukan beberapa masalah dalam rangkaian kegiatan administrasi dan rekam medis yang mengakibatkan memanjangnya waktu tunggu, antara lain banyaknya jumlah pasien, kurangnya petugas di loket pendaftaran dan loket BPJS, gangguan koneksi internet dan pendistribusian rekam medis yang Untuk mengatasi masalah antrian di loket pendaftaran RSUD dr. Achmad Darwis maka sebaiknya disediakan sarana yang mencukupi seperti komputer untuk input data dan mencetak SEP pasien atau memberlakukan sistem pendaftaran on line. - Menyiapkan Dokumen Rekam Medis Di RSUD dr. Achmad Darwis proses menyiapkan dokumen rekam medis belum sesuai standar yaitu 1, indicating an inadequate workload and staff number. Based on the WISN analysis, it is concluded that the pharmacy is overstaffed under the existing workload conditions. Therefore, employee redistribution and the development of pharmaceutical satellites towards enhancing effectiveness and efficiency are significantly recommended.... A new trend in international hospital services today is how to build patient-focused services and provide safer healthcare based on continuous quality improvement. The demands of today's society that hospitals should be able to provide one stop services,meaning thatall health care needs related to patients must be able to be served by the hospital quickly, accurately, quality and affordable, which in the end can provide satisfaction in the results of treatment in accordance with the disease suffered Dewi et al., 2020. ...Lilya LunandaMappeaty Nyorong Achmad bachtiar RifaiAdministering outpatient medical records is required to provide excellent service to create patient satisfaction, especially with short waiting times. The purpose of this study was to determine how the factors that influence the waiting time for outpatient medical record services at Sundari Hospital, type of research is descriptive analytic with a qualitative approach. The informants in this study consisted of 7 people, namely 4 registration officers and 3 patients who made outpatient visits. The data analysis used descriptive qualitative and the validity of the data used was data triangulation. The results show that the waiting time for outpatient medical record services for patients who register manually is longer than 60 minutes, the SOP for outpatient registration services has been implemented, it's just not done perfectly, Human resources in outpatient medical record services Sundari Hospital does not match educational qualifications, the facilities available in the outpatient medical record service at Sundari Hospital are incomplete, the technology has not been running well because the bridging system and administrative requirements for outpatients are not in accordance with Permenkes No. 28 of is recommended that Sundari General Hospital be able to implement the requirements for outpatient administration in accordance with Permenkes No. 28/2014 and be able to implement a bridging system in outpatient services so that services can be carried out effectively and efficiently. Haeruddin HaeruddinReza Aril AhriKurniawati FajrinABSTRAK Kemenkes RI waktu tunggu adalah waktu yang diperlukan mulai dari pasien mendaftar di tempat pendaftaran pasien rawat jalan, sampai pengambilan obat, dengan standar waktu tunggu pelayanan rawat jalan ditetapkan yaitu rata-rata ≀ 60 menit. Berdasarkan survey awal di RSUD Kota Makassar menunjukkan bahwa ada 7 pasien memiliki waktu tunggu yang lebih dari standar kemenkes. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Faktor Yang Mempengaruhi Waktu Tunggu Pelayanan Rawat Jalan Pasien RSUD Kota Makassar Tahun 2020. Jenis penelitian kuantitatif dengan pedekatan analitik dan waktu tunggu pasien menggunakan Time Motion Study. Sampel 86 Pasien, menggunakan Random sampling. Pengumpulan data menggunakan Observasi, Stopwatch/jam dan kuesioner. Hasil penelitian menyatakan bahwa tidak ada pengaruh faktor waktu tunggu pelayanan rawat jalan pasien. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada faktor mempengaruhi waktu tunggu pelayanan rawat jalan pasien RSUD Kota Makassar. Penyebab lama waktu tunggu pasien disebabkan karena kurangnya petugas diloket pendaftaran, pada pasien BPJS dan jamkesda lupa atau kurang berkarnya, tidak bawa kartu berobat, keterlambatan dokter dan distribusian BRM pasien lambat sampai di poliklinik, waktu tunggu rawat jalan pasien di RSUD Kota Makassar melebihi standar. Kata Kunci Waktu tunggu, pelayanan, rawat jalan, pasien, DeboraAdrianMangatas SilaenTan SuyonoEfforts to strengthen the health services provided to patients rely heavily on the use of high-quality, complete, accurate, and timely data to inform decision-making at the clinical, facility, and policy levels in hospitals. However, evidence of gaps in the quality of medical records is often found. At RSU Royal Prima Medan there are still some incomplete data such as writing the actions that have been done to the patient. The purpose of this study was to analyze the factors that affect the quality of medical records as part of the initiative to strengthen the health care system. The research was conducted using a survey method with an explanatory research design. The research population was 612 people and as many as 100 samples analyzed were taken by stratified random sampling. The univariate test showed that most of the respondents had filled out medical records completely and on time but there were medical records that were inaccurate and did not meet the legal requirements of medical records 59 ,0%. Bivariate analysis with Chi-Square showed that the variables of knowledge p= procedures p= and supervision p= had an effect on the quality of medical records, while equipment had no significant effect. Of the three factors, the most dominant factor influencing the quality of medical records is the knowledge obtained through multiple logistic regression tests with an OR value of 4 times the risk of affecting the quality of medical records. This research is an indication that poor knowledge will affect the quality of medical records so that the Royal Prima Hospital Medan needs to conduct socialization and training to increase the knowledge of health workers doctors, nurses, medical recorders.Anggun Akrianti PutriSumiatyYuliatiChronic kidney disease merupakan suatu kondisi penurunan progresif fungsi ginjal selama periode bulan atau tahun. Tahap akhir dari gagal ginjal kronik sering disebut dengan End Stage Renal Disease ESRD. Dalam penyakit ginjal stadium akhir ini, ginjal kehilangan fungsinya secara irreversibel untuk mempertahankan metabolisme dan homeostasis tubuh. Apabila pasien telah mengalami Gagal Ginjal Kronik stadium berat, untuk mempertahankan hidupnya diperlukan terapi sementara berupa hemodialisis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien chronic kidney disease yang menjalani hemodialysis di RSUD Labuang Baji Kota Makassar. Metode penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan Cross Sectional Study dengan menggunakan kuesioner. Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di RSUD Labuang Baji Kota Makassar yang berjumlah 31 responden. Data dianalisis yang menggunakan uji chi square. Hasil penelitian yang diperoleh yaitu, ada hubungan dukungan keluarga dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di RSUD Labuang Baji Kota Makassar dengan nilai p-value 0,021 60 menit. Tingkat kepuasan dalam kategori cukup puas, berdasarkan lima dimensi kualitas mutu pelayanan didapatkan pada dimensi tangibles, responsiveness, assurance, dan emphaty dalam kategori cukup puas sedangkan pada dimensi reliability dalam kategori puas. Adanya hubungan antara waktu tunggu pelayanan pasien di rawat jalan dengan kepuasan pasien terhadap pelayanan di rawat RSUD Kabupaten Indramayu, ditunjukkan dengan nilaip=0,042atau nilai korelasichi-square sebesar 4,135. Conrad MusinguziAbstract Objective To quantify waiting time, identify sections with bottlenecks and factors associated with waiting time of services offered at the Assessment Center Mulago Hosptial. Data source Hospital medical forms previous and current visit, patient real-times, exit interviews and staff response forms that captured perspectives. Study design A cross-sectional study using multilevel linear regression to identify hospital and patient-related predictors of the estimated ambulatory waiting times. Data Collection/Extraction Methods We recorded real-time patient flow data, extracted patient socio-demographics, visit days, queue lengths, previous facility, and referral status Principal findings Patient spend an estimated 5 hrs waiting with longer waiting times with most time spent at registration and pharmacy sections. This time was associated to patients who reported later in the day >1100hrs, at start of the week Monday and this time increases about 3-4 minutes more for every patient added into the queue. However, we find no consistent evidence on whether or how type of referral affects waiting times. Conclusions A system that limits the number of patient reporting to outpatient department quickens registration and drug dispensing is needed to improve quality of ambulatory care in major hospitals. Key words waiting time, out-patient, quality-of-careMo Oche Habibullah AdamuThe amount of time a patient waits to be seen is one factor which affects utilization of healthcare services. Patients perceive long waiting times as barrier to actually obtaining services and keeping patients waiting unnecessarily can be a cause of stress for both patient and doctor. This study was aimed at assessing the determinants of patients' waiting time in the general outpatient department GOPD of a tertiary health institution in northern Nigeria. This descriptive cross-sectional study was carried out among new patients attending the GOPD of the Usmanu Danfodiyo University Teaching Hospital, Sokoto, North Western Nigeria. A structured questionnaire was used to elicit information from 100 patients who were recruited into the study using a convenience sampling method. Data collected were entered and analyzed using Statistical Package for Social Sciences version 17; Chi-square test was used to compare differences between proportions with the level of statistical significance set at 5% P 60 minutes due to the overload patients, lack of personnel at the registration booth, disrupted internet connection, delayed of distribution of medical record files, limited available rooms, and limited human resources that were expertised in the field of refraction and medical recordsKeywords waiting time, patients, the Public Eye Health Department of North SulawesiAbstrak Rumah Sakit mempunyai misi memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, salah satunya melalui waktu tunggu pasien yang cepat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis lama waktu tunggu proses kedatangan, pelayanan, sumber daya manusia pelayanan pasien rawat jalan di Balai Kesehatan Mata Masyarakat BKMM Provinsi Sulawesi Utara Sulut. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan melakukan wawancara pada 7 orang informan sebagai data primer, sedangkan data sekunder diperoleh dari pengamatan langsung/ observasi di BKMM Provinsi Sulut. Hasil penelitian mendapatkan kedatangan pasien di BKMM sudah terjadi sebelum loket pendaftaran dibuka dan kebanyakan pasien datang dengan diantar oleh keluarganya. Selama proses pelayanan ada beberapa kendala yang terjadi antara lain pasien tidak membawa berkas/jaminan yang lengkap, jumlah loket pendaftaran yang terbatas karena kurangnya petugas, ruangan yang kurang memadai, adanya gangguan koneksi internet, serta keterbatasan sumber daya manusia yang ahli dibidang refraksi dan rekam medik. Simpulan Waktu tunggu di BKMM Provinisi Sulut masih tergolong lama > 60 menit yang disebabkan jumlah pasien yang banyak, kurangnya petugas di loket pendaftaran dan BPJS, gangguan koneksi internet, pendistribusian berkas rekam medik yang sering terlambat, keterbatasan ruangan yang ada, dan keterbatasan SDM yang mempunyai keahlian di bidang refraksi dan rekam medikKata kunci waktu tunggu, pasien, BKMMRavikant PatelHinaben R. PatelBackground Gujarat Medical Education Research society started GMERS medical college and tertiary care Hospital in Valsad since last 4 years. As civil Hospital is converted in to tertiary care hospital and many of the departments running in different buildings so, searching the concern OPDs is difficult for patients, waiting time and patients satisfaction is important to avail the services. Patient satisfaction is one of the important goals of any health system, but it is difficult to measure the satisfaction. Aims & objectives were 1 to study the waiting time at various Out Patient Department OPDs. and various investigation; 2 To study the accessibility of various department of hospital; 3 To study the patient satisfaction on hospital process, behavior of hospital staff and treatment This was a cross sectional observational study conducted in Hospital-Valsad for the period of 2 months and total 135 patients were interviewed availing the OPD The mean age of patient attending the OPD was years and majority of them are female patient Hospital staff was main source of guidance for searching the OPDs for consulting the doctor. patient registered 20 min after standing in queue. The mean waiting time was min. and patients were satisfied with treatment cost and behavior of staff Many patients face the difficulties in finding the various departments. On an average 12 minutes of waiting time outside the various They were also satisfied with the treatment cost and behaviour of hospital kepuasan pelayanan pasien tentang waktu tunggu di poliklinik Asy-Syifa KudusH DewiR M AnnyK SriDewi H, Anny RM, Sri K. Tingkat kepuasan pelayanan pasien tentang waktu tunggu di poliklinik Asy-Syifa Kudus. Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan. 2008; 21 Darwis. Profil RSUD drRsud DrRSUD dr. Achmad Darwis. Profil RSUD disiplin kerja dan motivasi terhadap kinerja karyawan pada rumah sakit umum daerah Kanjuruan MalangA SetiawanSetiawan A. Pengaruh disiplin kerja dan motivasi terhadap kinerja karyawan pada rumah sakit umum daerah Kanjuruan Malang. Jurnal Ilmu Manajemen. 2013;11245-53.
Radar Bekasi. Sebagai dokter yang pernah bertugas selama bertahun-tahun di rumah sakit, ketika hendak melakukan ritual visite (mengunjungi) pasien, terkadang saya pun harus bersabar, kenapa sebabnya? Salah satunya adalah kehadiran dari keluarga pasien yang mungkin jumlahnya terlalu banyak. Jujur, sebagai bangsa Indonesia, saya bersyukur bahwa Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Kanada, negara berpenduduk 36 juta ini terdiri dari sepuluh provinsi dan tiga wilayah terirori. Sejak tahun 1961, pelayanan kesehatan di Kanada terlaksana dengan sistem Medicare, yaitu jaminan kesehatan yang dikelola oleh masing-masing propinsi dan saja yang bisa mendapatkan Medicare?Setiap warga negara citizen Kanada berhak mendapatkan Medicare. Penduduk yang memiliki ijin tinggal permanent permanent resident ataupun yang memiliki ijin kerja work permit holder harus mengajukan permohonan untuk mendapatkan Medicare di propinsi atau wilayah tempat tinggalnya. Waktu tunggu untuk mendapatkan kartu Medicare tidak melebihi tiga bulan. Selama waktu tunggu ini, kita dianjurkan memiliki asuransi kesehatan swasta private health insurance untuk mengantisipasi kebutuhan pelayanan kesehatan darurat. Setelah mendapatkan kartu Medicare, kartu harus dibawa setiap kali mengunjungi dokter atau pemberi pelayanan kesehatan lainnya. Kartu Medicare ini berisi nomor identifikasi yang digunakan untuk mengakses informasi medis pemiliknya. Pelayanan apa saja yang dicakup Medicare? Dengan Medicare, setiap warga yang memenuhi syarat berhak mendapatkan pelayanan yang sifatnya preventif dan kuratif dari dokter pelayanan primer dokter umum atau general practitioner maupun dokter spesialis. Prosedur diagnostik, bedah, radiologi, anestesi, dan terapi psikiatris umumnya tercakup Medicare. Pelayanan preventif di antaranya vaksinasi wajib anak-anak dan remaja, vaksinasi flu, skrining kanker pap smear, mamografi, dll.Pelayanan dapat diberikan di klinik swasta, pusat pelayanan kesehatan masyarakat local community servicecentres,pusat perawatan jangka panjang longterm care centres,pusat rehabilitasi rehabilitation centres,serta di rumah pasien home care, walaupun pada umumnya yang ditanggung oleh Medicare adalah yang diberikan di rumah sakit. Cakupan pelayanan kesehatan yang diberikan sifatnya universal, artinya semua yang memenuhi syarat untuk mendapatkan Medicare berhak menerima pelayanan yang sama, terlepas dari riwayat kesehatan ataupun tingkat pendapatan Kesehatan SwastaSaya katakan BPJS lebih β€œsakti” dibandingkan Medicare karena ada banyak layanan kesehatan yang tidak tercakup Medicare, di antaranya obat-obatan, perawatan gigi, pemeriksaan optik, kacamata lensa korektif, dan layanan kosmetik. Ya, Kanada adalah satu-satunya negara yang tidak mencakup biaya obat-obatan dalam jaminan kesehatannya. Inilah alasan utama perlunya membeli asuransi kesehatan swasta, yaitu untuk melengkapi cakupan kesehatan medicare. Asuransi kesehatan swasta umumnya menanggung 80% biaya yang dikeluarkan. Bagi pekerja, umumnya asuransi kesehatan swasta merupakan bagian dari insentif yang diberikan oleh perusahaan. Pemberi Provider Pelayanan KesehatanBerdasarkan statistik bulan januari 2016, saat ini terdapat sekitar 80 ribu dokter di Kanada; 52% adalah dokter umum dan 48% dokter spesialis. Dengan demikian, terdapat satu dokter umum dan satu dokter spesialis per penduduk rasio 1 Dokter umum menjadi lini terdepan pelayanan kesehatan di Kanada. Mereka memberikan pelayanan medis kuratif dan preventif. Seorang pasien bisa mendapatkan layanan spesialis dengan rujukan dari dokter umum bila diperlukan. Rumah sakit menangani kasus-kasus rujukan dari dokter, serta memberikan layanan darurat emergency. Setiap orang yang memiliki Medicare dianjurkan untuk mendaftarkan diri untuk mendapatkan dokter keluarga family doctoragar mendapatkan pelayanan kesehatan yang komprehensif. Tetapi pada kenyataannya waktu tunggu untuk mendapatkan seorang dokter keluarga bisa berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Memiliki dokter keluarga pun tidak menjamin kita bisa mendapatkan pelayan kesehatan yang cepat saat diperlukan same-dayor next-day service. Oleh karena itu, sebagai alternatif kita bisa mendatangi dokter umum di klinik tanpa perjanjian walk-in clinic physicianyang bisa ditemui setiap saat. 1 2 3 Lihat Healthy Selengkapnya benda. Pada rumah sakit lingkungan fisik mencakup lokasi, peralatan dan fasilitas, yang dianggap penting oleh pasien rumah sakit (Hutton dan Richardson, 1995). Lokasi merupakan kestrategisan letak rumah sakit baik dihubungkan dengan fasilitas umum maupun kemudahan untuk mencapainya. Hal ini sesuai dengan pendapat Hesket et.al
Ruang Medical Check-up Terdiri dari : 1) Ruang pendaftaran 2) Ruang loker 3) Ruang tunggu 4) Pantri 5) Ruang pemeriksaan dasar 6) Ruang konsultasi Fungsi : Ruang tempat pemeriksaan kondisi medis pasien rawat jalan Kebutuhan Ruang/ Luas : Sesuai kebutuhan Kebutuhan fasilitas : Ophtalmoskop, palu reflek, alat tes sensasi, stetoskop, tensimeter
Tabel 2. Ringkasan Akumulasi Maksimum Kendaraan Tiap Rumah Sakit Dibandingan Dengan Ruang Parkir Yang Tersedia Nama Rumah Sakit Akumulasi Maksimum Jumlah Ruang Parkir Hari 1 Hari 2 Yang Tersedia Kendaraan Roda 4 Telogorejo 114 204 107 Elisabeth 138 131 125 dr Kariadi 433 34 750 Kendaraan Roda 2 Telogorejo 367 359 348
bhyko7L.
  • k3hbcvaqu2.pages.dev/23
  • k3hbcvaqu2.pages.dev/335
  • k3hbcvaqu2.pages.dev/258
  • k3hbcvaqu2.pages.dev/75
  • k3hbcvaqu2.pages.dev/169
  • k3hbcvaqu2.pages.dev/287
  • k3hbcvaqu2.pages.dev/329
  • k3hbcvaqu2.pages.dev/124
  • k3hbcvaqu2.pages.dev/88
  • ruang tunggu rumah sakit umum